Sabtu, 21 September 2019

Mudik Trip ke Padang di Kehamilan 4 Bulan Bersama 1 Balita

 

Di usia kehamilaan 4 bulan kemarin kami sekeluarga melakukan mudik trip ke Padang. Bagi kami ini adalah pengalaman luar biasa. Kami hanya pergi bertiga saja, karena mobil kami bukan lah mobil besar yang cukup membawa banyak barang, apalagi kalau sudah ada orang dewasa ikut, kaki saya saja sampai keram ketika rekan suami sekeluarga ikut berlibur ke Bukittinggi dengan jarak tempuh 3 jam dari Padang.

Suami saya baru sekitar 1 tahunan bisa menyetir mobil, paling jauh yang kami pergi baru ke Bandung. Saat itu saya sedang kondisi Hamil muda dan harus mengurus balita kami usia 2 tahun.


Jadi, kami berangkat H-4 lebaran, di mana perkiraan waktu tempuh kami sekitar 3 Hari dengan single driver yaitu Ayah Kio. Mengingat ada Ibu hamil dan Balita, kami melakukan perjalanan dengan santai dan kalau malam tiba kami akan menginap dipenginapan

Bersyukur, keberangkatan kami mudik minim kendala, dengan hanya mengandalkan gmaps dan mencoba Tol Sumatra, Ayah Kio menyetir, saya dan Kio terlelap . Bagaimana dengan Kio saat perjalanan? Pastinya balita 2 tahun ini mengalami bosan, dan jika bosan itu datang, Ia rewel namun tidak lama dia mengantuk. Mudah sekali bagi Kio untuk tidur di mobil. 

Kio tidak pernah mau tidur berbaring dibelakang, dia hanya mau didekap oleh saya, saya lumayan kelelahan memangkunya karena yang diperut juga tertekan. Malam pertama kami menginap di kapal, lalu Hari selanjutnya bermalam di daerah Lahat. Istirahat sampai badan lumayan bertenaga dan melanjutnya perjalanan tanpa bermalam lagi dipenginapan karena tujuan kami sudah dekat ke Padang. 

Senjata untuk Kio tentunya mainan, cemilan, dan kalau sudah kepepet ya YouTube. Sedihnya memang kebanyakan YouTube, kalau di restoran Ia tidak bisa diam dan kami sudah lelah, YouTube is the best nanny for him. 

Ketika Hari kepulangan kami ke Jakarta datang, kami sempatkan untuk berlibur sejenak ke beberapa tempat di Sumatra Barat dengan mengajak temannya Ayah Kio beserta istri anaknya menggunakan mobil kami yang kecil itu. Sayang nya kami terlalu santai dan ketika waktu sudah mepet untuk balik ke Jakarta kami terburu-buru. Ditambah lagi perjalanan pulang tidak selancar perjalanan berangkat. Tol Sumatra sudah tutup, posisi kami sedang di Palembang dan harus buru-buru pulang supaya Ayah Kio bisa kembali bekerja tepat waktu. 

Perjalanan pulang ke Jakarta, kami tempuh dengan sangat lelah sekaligus trauma, karena perjalanan yang tidak menggunakan tol Sumatera tersebut, membuat kami memutar-mutar cari jalan. Saya pun ikut begadang karena ketakutan dengan kondisi jalan non-tol yang menyeramkan. Tapi ketakutan saya tidak berpengaruh, saya tetap ketiduran dan Ayah Kio menghadapi jalan gelap sendirian. 

Ayah Kio bilang, selama saya tidur, kondisi jalan semakin parah dan gelap. Kami sempat menemui kemacetan yang sangat panjang akibat jembatan yang hampir putus dan sulit dilewati. Jika pengalaman ini akan diulang, tentu saya akan berpikir berkali-kali, mengingat ketika ada adik Kio, saya tidak mau menambah kesulitan, apalagi sebenarnya biaya mudik trip kami lebih besar daripada membeli tiket pesawat. Yha anggap saja pengalaman kemarin adalah membeli pengalaman sebelum si nomor dua lahir.

Jumat, 13 September 2019

Kio dan Kelas Montessori di Sunny Glow Bekasi

Semenjak hamil adik Kio, saya tidak lagi membawa Kio ke kelas Kindy Cloud di Jakarta. Tapi, sudah lama saya mengincar kelas montessori untuk Kio. Bersyukur kelas montessori tersebut ada di daerah Bekasi walaupun yang bisa per visit ini lumayan jauh dari rumah (maklum Ibu Kio sudah lemah).
Kio mengikuti kelas montessori pertamanya di Sunny Glow Harapan Indah Bekasi. Kio mengambil kelas di siang hari, dimana biasanya itu jam tidur siang anak, jadilah kelas tersebut menjadi kelas private buat Kio. Kio bermain sendirian dengan dua orang Miss.
Di awal kelas Kio masih kaget, karena tidak ada teman, dan ketika kedua Miss bernyanyi dan menari, Kio malah memeluk saya erat-erat, untung nya dia tidak menangis dan butuh beberapa waktu untuk melepasnya belajar dengan para Miss.

Setelah lumayan butuh ice breaking, akhirnya Kio tersadar bahwa di depan ada banyak mainan. Mainan-mainan tersebut merupakan mainan edikasi berbasis montessori. Kio dibebaskan memilih mainan yang ingin dia mainkan.

Awalnya Kio bingung dengan berbagai macam mainan disana, sedangkan sistem belajar montessori tersebut menggunakan metode satu-persatu agar anak tetap fokus akan hal yang Ia kerjakan. Jadi, ketika anak mengambil satu permainan, Ia harus mengambilnya di masing-masing alas, dan ketika sudah selesai, harus mengembalikannya lagi untuk mengganti permainan.

Walaupun belum ada temannya, Kio sangat menikmati kelas tersebut, Ia menemukan mainan favoritnya yaitu binatang-binatang perternakan sampai susah beranjak dari ke mainan lain. Kedua Miss disana juga sangat atraktif, baik dan sabar, jadinya saya hanya duduk menyimak tanpa harus kelelahan.

Sepertinya Kio akan kembali ke kelas ini dengan kelas yang lebih pagi agar bisa bertemu teman lainnya sambil melihat ada perkembangannya untuk Kio.

Minggu, 25 Agustus 2019

My VBAC Journey

 


Pertama yang menjadi pertanyaan, mengapa dikehamilan pertama saya harus operasi? Jawabannya, karena saya kurang informasi dan usaha. Lalu saya juga terlalu panik karena Hari Perkiraan Lahiran (HPL) adalah sewaktu libur lebaran, dimana saya takut dokter-dokter pada cuti. Akhirnya ketika seminggu sebelum lebaran, saya pecah ketuban dan dokter juga langsung menindak saya untuk operasi caesar.

Usia kehamilan diatas 20 minggu, saya mendaftarkan diri untuk mengikuti kelas Prenatal Gentle Yoga sambil approach ke senior bidan penyelenggara yoga tersebut untuk membantu saya melahirkan. Sayangnya tidak pernah jodoh dengan beliau, chat terakhir saya tidak dibalas dan saya juga sudah lelah jika harus mengejar beliau karena jarak praktek pun jauh dari rumah.  Bidan tersebut memang rekomendasi google dan mungkin sudah terlalu banyak pasien. Rencananya berikutnya saya mencari dokter pro-normal di Bekasi.

Saya mendapatkan rekomedari dari seorang teman untuk konsultasi dengan dr.Henny Sp.OG di RS Sam Marie Basra daerah Pondok Bambu Jakarta Timur yang tidak jauh dari rumah Ibu saya. Tidak banyak review tentang dokter dan rumah sakit tersebut. Beliau juga tidak kunjung praktek disaat saya sudah sangat butuh untuk kontrol kehamilan karena sudah lebih dari sebulan.

Sampailah saya pada dr.Yuditiya yang berpraktek di RS Hermina Bekasi, beliau adalah seorang dokter Fetomaternal yang banyak direkomendasikan di google. Beliau memang seorang dokter ahli dengan pasien yang sangat banyak. Sekali konsultasi juga dengan nominal yang lumayan mahal dan obat yang beliau berikan pun mahal. Pendapat saya tentang beliau, beliau adalah dokter ahli yang baik dan sangat menenangkan. Keluar dari ruang praktek pun saya merasa tenang karena tanggapan beliau tentang kasus saya. Saya memiliki riwayat caesar dengan usia anak baru 2 tahun, tapi beliau sangat positif, berbeda sekali dengan dokter yang pernah saya temui di awal kehamilan yang langsung mendiagnosa bahwa saya akan kembali di operasi caesar.

Namun ada hal yang masih mengganjal saya untuk kembali ke dr.Yuditiya, yaitu antrian yang panjang membuat saya merasa diburu-burui untuk konsultasi dengan beliau, padahal biaya konsultasi tidak murah. Belum lagi obat yang diberikan menurut saya berlebihan dan cukup mahal dan sepertinya saya butuh opini dari dokter lainnya.

Bulan depan kehamilan saya sudah menginjak 7 bulan, rencananya saya akan ke RS Mitra Bekasi sebagai pilihan terakhir yaitu dengan dr.Lina yang juga sangat pro normal. Tetapi saya juga akan ke satu dokter di sebuah klinik kebidanan di Jatiwaringin sebagai perbandingan sambil saya tetap berusaha dengan mengikuti Prenatal Gentle Yoga. Saya akan kembali memberikan kabar tentang perjalanan saya bulan depan.. Terima kasih sudah menyimak :

Kamis, 22 Agustus 2019

Number Two Is On The Way

 

Menikah di usia yang cukup matang, tak lantas membuat saya ingin terburu-buru memiliki anak lebih dari satu. Menjadi stay at home mom dengan kegiatan mengurus satu anak yang sedang sangat aktif, mengurus suami dan rumah tanpa bantuan orang lain adalah hal yang sangat melelahkan. Apalagi saat ini sulit mencari assisten rumah tangga yang loyal dan bisa diandalkan, untuk itu saya belum berpikir untuk mendapatkan anak kedua..

Tetapi karena menunda menggunakan alat kontrasepsi, hal yang saya takuti malah menghampiri. Saya kembali diberi rezeki untuk hamil anak kedua. Sungguh saya bingung dan kurang bahagia. Setidaknya saya siap disaat anak pertama nanti menginjak usia 3 tahun yang berarti saya masih punya waktu satu setengah tahun untuk memberdayakan diri. Riwayat operasi Caesar juga masih membuat saya trauma.

Berbeda sekali dengan kehamilan pertama, di usia kehamilan menginjak 20 minggu, saya baru memulai untuk minum vitamin kehamilan karena mual dan pusing sering menyerang. Saya juga ikut kelas prenatal yoga sebagai ikhtiar saya untuk melahirkan normal atau dinamakan VBAC (Vaginal Birth After Caesarian) .

Saat ini kehamilan saya sudah menginjak 6 bulan. Rasanya malah tidak sabar menyandang Ibu Dua Anak HAHA. Semua yang digariskan saya syukuri, karena ini adalah bagian dari rezeki. Saya akan memulai diary saya tentang "My VBAC Journey" disini, semoga konsisten ya.. See you 

Selasa, 06 Agustus 2019

Balada Asisten Rumah Tangga (ART)

Sudah lama tubuh ini berteriak-teriak kelelahan karena si sulung aktifnya minta ampun dan pekerjaan rumah susah kepegang, diitambah lagi sekarang berbadan dua.
Disaat anak masih satu dan belum hamil, saya sangat santai dalam urusan domestik. Saya dan suami terbiasa cari makan masing-masing. Setrikaan bisa urusan laundry, bebenah pun masih bisa panggil penyedia jasa bebersih sesekali. 

Menggunakan jasa ART belum menjadi sesuatu yang darurat karena saya lebih suka kesendirian dan hanya ada suami dan anak dirumah. Namun saya tidak boleh egois, karena terkadang badan saya sudah tidak bisa mengikuti kemauan si sulung yang lagi aktif-aktifnya itu.
Ternyata, sebagai pengalaman pertama saya dalam meng-hire seorang ART sungguh suatu yang terkadang menguras hati. ART yang saya hire ini dari desa dan baru lulus SMK. Pasti ebeus-ebeuss senior sudah paham kendala yang terjadi.

Pertama, saya suka ketenangan, ketika saya mendapati ART yang suka berbicara, saya jadi pusing, dia terlalu banyak bertanya yang bukan berhubungan dengan pekerjaan.
Kedua, karena dia dari desa dan masih muda, terasa sekali sikapnya yang masih agak norak dengan melakukan selfie dimanapun. Disini saya geram, saya belum tahu untuk me-warning ART agar tidak terlalu sering memegang HP, jadi lah saya harus tegur dia. Benar-benar memiliki attitude semau dia, disini agak lelah saya menegur. 

Ketiga, kembali lagi, karena dari desa, masih ABEGE, ia suka sekali nyomot makanan saya, disini menjadi pelajaran saya untuk tidak terlalu pelit, tapi gimana ya,, terkadang makanan saya tidak murah dan dia tanpa ijin mengambilnya Saya tidak ingin menganggap dia bawahan, tapi kesemau2annya dia membuat saya harus kembali menegur. Bagaimana dia men-treat anak saya, yaitu dengan enak nya berbagi sendok disaat menyuapi anak saya. 

Terakhir, hidup jadi lebih boros karena ketika saya lelah menegur dan saya juga menjaga perasaanya supaya betah dirumah saya, saya harus pasrah dengan cara kerja dia yang terkadang terlalu membuang-buang listing, detergen, minyak goreng, tissue dll.. 

Haduuhh memang sulit ya mencari ART yang cocok, tapi harus banyak positif thinking juga supaya tidak stres, toh hidup saya lumayan terbantu dengan adanya dia, kalau tidak legowo, pusing juga kan sudah mengeluarkan uang tambahan setiap bulan untuk menggaji dia tapi kita nya tidak ikhlas. Doakan saya ya supaya kuat, anak-anak lekas mandiri, dan saya bisa kembali struggling tanpa ART.