Rabu, 29 Maret 2017

Rindu Rumah Ibu

Setelah memiliki pengalaman menjadi anak kost hampir satu setengah tahun saat masih single dan akhirnya menikah September lalu, saya dan suami memilih untuk menyewa rumah alias ngontrak di daerah yang terjangkau dari kantor kami berdua. Selama 7 bulan kebelakang saya menjadi 'kontraktor' a.k.a pengontrak rumah, saya menyadari bahwa saya nggak betahan buat tinggal di tempat lain selain di rumah Ibu.

Sekian puluh tahun saya hidup, saya hanya pernah tinggal di satu rumah tanpa pindah. Meskipun dulu waktu saya masih jadi remaja tanggung, saya berfikir asik kali ya pindah-pindah rumah, bongkar dan packing barang. Hmmmm..... Sampai akhirnya saya sadar, MAU PINDAH KEMANEEE MPOOK?? 

Dulu saat jadi anak kost, saya juga biasa untuk pulang lebih dari sekali seminggu karena hanya berjarak dari Barat Jakarta ke Timur Jakarta yang juga menggunakan sepeda motor. Saat sekarang menjalani rumah tangga pun lokasi kami mengontrak masih di Barat.

Saya sangat merindukan rumah Ibu saya itu yang hampir semasa hidup saya berada disana. Memang saat single dulu, saya hampir jarang di rumah dan memiliki banyak kegiatan setiap weekend. Bahkan Ibu saya bilang, "rumah rasa kost-kostan" karena cuma saya pakai tidur. 

Itu dulu, saat single aktifitas segudang, kesana kemari nggak ingat apa-apa, sekarang semua berubah 360 derajat, hampir 7x24 jam saya hanya berada di rumah kontrakan, bosan parah. Tidak punya teman bicara, bahkan kadang hanya di kamar tidur karena cuaca Jakarta yang terlalu panas dan Ibu hamil paling tidak bisa berpanas-panasan.

Januari kemarin, saat akan membayar sewa rumah pun, saya setengah hati untuk memperpanjang rumah kontrakan ini dan ingin kontrak rumah yang lain di dekat rumah Ibu. Tapi Ibu kontrakan lebih dulu menghubungi suami untuk lekas membayar padahal jatuh tempo masih lama. AH! Tidak ada lagi jeda untuk berpikir dan lekas-lekas kami bayar. 

Saya sedang menunggu saatbisa pulang kerumah Ibu dan ingin kembali kesana. Rencananya, satu bulan sebelum melahirkan nanti saya akan kembali kesana karena sudah makin sulit saya bergerak dan memerlukan bantuan orang lain. 

Tak sabar menunggu bulan depan datang dan bulan kemudian.


Rabu, 15 Maret 2017

Maret Berharga

Lima belas hari yang lalu, aku bahagia menyambut Maret
Entah kenapa ada senyum kecil hadir setiap mengingat bahwa bulan akan tiba.
Aku coba mengingat sambil mengumpulkan senyum lebih banyak lagi. 
Menjalani sembilan puluh hari kebelakang dengan amat membosankan, semangat seperti ini sangatlah berarti besar untukku. 

Oh mungkin aku bahagia karna tak lama lagi trimester kedua kehamilanku segera berganti menjadi trimester ketiga.
Itu berarti hari aku bisa segera bertemu bayi kecil ku.
Ah tapi bulan Juni masih lama sekali dari bulan Maret, apakah ada hal lain yang aku nanti?

Tidak pernah ada hari yang sedih lagi, ini sudah hari ke lima belas dan ternyata aku sudah melewatkan tanggal 10 dimana di bulan ini dua tahun lalu, aku dan dia memulainya.. 

Satu tahun kemudian di bulan ini juga, keluarga kami saling berkenalan dan cincin di jari manis mulai tersemat di tangan kiriku.

Ah iya, tepat di bulan ini, satu bulan lalu. Kini cincin itu sudah ada di jari kanan kita.
Dan di Maret ini pula, sebuah ambisi baru hadir.

Kita mendambakan rumah tinggal pribadi yang sejak belum menikah pun sudah selalu ada dipikiran.
Bismillah Maret. another gift for our family :')