Menikah di usia yang cukup matang, tak lantas membuat saya ingin terburu-buru memiliki anak lebih dari satu. Menjadi stay at home mom dengan
kegiatan mengurus satu anak yang sedang sangat aktif, mengurus suami
dan rumah tanpa bantuan orang lain adalah hal yang sangat melelahkan.
Apalagi saat ini sulit mencari assisten rumah tangga yang loyal dan bisa
diandalkan, untuk itu saya belum berpikir untuk mendapatkan anak
kedua..
Tetapi karena menunda menggunakan alat kontrasepsi, hal yang saya takuti
malah menghampiri. Saya kembali diberi rezeki untuk hamil anak kedua.
Sungguh saya bingung dan kurang bahagia. Setidaknya saya siap disaat
anak pertama nanti menginjak usia 3 tahun yang berarti saya masih punya
waktu satu setengah tahun untuk memberdayakan diri. Riwayat operasi
Caesar juga masih membuat saya trauma.
Berbeda sekali dengan kehamilan pertama, di usia kehamilan menginjak 20
minggu, saya baru memulai untuk minum vitamin kehamilan karena mual dan
pusing sering menyerang. Saya juga ikut kelas prenatal yoga sebagai
ikhtiar saya untuk melahirkan normal atau dinamakan VBAC (Vaginal Birth
After Caesarian) .
Saat ini kehamilan saya sudah menginjak 6 bulan. Rasanya malah tidak
sabar menyandang Ibu Dua Anak HAHA. Semua yang digariskan saya syukuri,
karena ini adalah bagian dari rezeki. Saya akan memulai diary saya
tentang "My VBAC Journey" disini, semoga konsisten ya.. See you
Sudah lama tubuh ini berteriak-teriak kelelahan karena si sulung
aktifnya minta ampun dan pekerjaan rumah susah kepegang, diitambah lagi
sekarang berbadan dua.
Disaat anak masih satu dan belum hamil, saya sangat santai dalam urusan
domestik. Saya dan suami terbiasa cari makan masing-masing. Setrikaan
bisa urusan laundry, bebenah pun masih bisa panggil penyedia jasa
bebersih sesekali.
Menggunakan jasa ART belum menjadi sesuatu yang darurat karena saya
lebih suka kesendirian dan hanya ada suami dan anak dirumah. Namun saya
tidak boleh egois, karena terkadang badan saya sudah tidak bisa
mengikuti kemauan si sulung yang lagi aktif-aktifnya itu.
Ternyata, sebagai pengalaman pertama saya dalam meng-hire seorang
ART sungguh suatu yang terkadang menguras hati. ART yang saya hire ini
dari desa dan baru lulus SMK. Pasti ebeus-ebeuss senior sudah paham
kendala yang terjadi.
Pertama, saya suka ketenangan, ketika saya mendapati ART yang suka
berbicara, saya jadi pusing, dia terlalu banyak bertanya yang bukan
berhubungan dengan pekerjaan.
Kedua, karena dia dari desa dan masih muda, terasa sekali sikapnya yang
masih agak norak dengan melakukan selfie dimanapun. Disini saya geram,
saya belum tahu untuk me-warning ART agar tidak terlalu sering memegang HP, jadi lah saya harus tegur dia. Benar-benar memiliki attitude semau dia, disini agak lelah saya menegur.
Ketiga, kembali lagi, karena dari desa, masih ABEGE, ia suka sekali
nyomot makanan saya, disini menjadi pelajaran saya untuk tidak terlalu
pelit, tapi gimana ya,, terkadang makanan saya tidak murah dan dia tanpa
ijin mengambilnya Saya tidak ingin menganggap dia bawahan, tapi
kesemau2annya dia membuat saya harus kembali menegur. Bagaimana dia men-treat anak saya, yaitu dengan enak nya berbagi sendok disaat menyuapi anak saya.
Terakhir, hidup jadi lebih boros karena ketika saya lelah menegur dan
saya juga menjaga perasaanya supaya betah dirumah saya, saya harus
pasrah dengan cara kerja dia yang terkadang terlalu membuang-buang
listing, detergen, minyak goreng, tissue dll..
Haduuhh memang sulit ya mencari ART yang cocok, tapi harus banyak
positif thinking juga supaya tidak stres, toh hidup saya lumayan
terbantu dengan adanya dia, kalau tidak legowo, pusing juga kan sudah
mengeluarkan uang tambahan setiap bulan untuk menggaji dia tapi kita nya
tidak ikhlas. Doakan saya ya supaya kuat, anak-anak lekas mandiri, dan
saya bisa kembali struggling tanpa ART.
Saya pun kepingin banget punya rumah dan bersyukur bisa terkabul dengan
proses singkat. Semenjak sebelum menikah, suami saya memang sudah
merencakan untuk
segera mempunyai rumah, tapi saya tidak
sependepat dengan beliau karena takut menjadi beban untuk kami.
Ternyata,
suami lumayan gencar untuk hunting rumah baru maupun second melalui
internet. Sampai akhirnya saya yang kala itu sedang hamil berpikir, jika sudah punya anak
nanti alangkah baiknya untuk tidak lagi mengontrak rumah dan mulai menetap.
Mengingat jika nanti anak-anak kami sudah sekolah, pastinya hal ini juga
menjadi bahan pemikiran penting untuk memiliki rumah pribadi disebuah
lokasi. Berarti masih punya banyak waktu untuk mulai memiliki rumah dan
menetap ketika anak sudah mulai masuk TK atau SD.
Pencarian rumah kami tidak menunggu tahun demi tahun, tapi disaat saya
hamil tersebut kami sudah mulai survei dengan budget nekat. Disini saya
ingin berbagi betapa bukan nominal yang kecil untuk bisa memiliki rumah,
apalagi rumah yang akan kita tinggali bersama keluarga tercinta dalam
waktu jangka panjang. Untuk itu ada beberapa hal yang harus dilakukan
untuk memilih rumah dengan segala pertimbangan, persiapandan hindari tergesa-gesah.
Pertama, yang harus dilakukan adalah memperkirakan berapa harga rumah
yang akan dibeli. Apabila kita ingin membeli dengan cara kredit, maka
harus diperkirakan berapa dana yang akan kita pakai untuk mencicil
kredit tiap bulannya, diusahakan tidak lebih dari 30% dari gaji bulanan.
Mengingat harga pergerakan rumah yang terus naik, ada baiknya
mempertimbangkan apakah lebih baik membeli atau mengontrak saja dulu,
karena mempunyai rumah bukan perkara gengsi tapi kesanggupan.
Kini harga tanah di area Jakarta sangat tidak terjangkau untuk para
milenial dengan pendapatan menengah apalagi dengan kebutuhan hidup yang
cukup banyak. Di pameran rumah 2017 kemarin, kami menemukan rumah
dibawah 1 Milyar di daerah Cinere perbatasan Jakarta Selatan dan Depok
yaitu sekitar 800 juta dengan luas tanah 60 meter, entah tahun ini sudah
berapa.
Berdasarkan perkiraan diatas, kami mencari area pinggiran Jakarta yaitu
area Depok, Bekasi, Tangerang dan sekitarnya, dengan kisaran harga
500juta an dengan tipe minimal 54 atau luas tanah 72 meter.
Kedua, mempersiapkan biaya DP Rumah minimal 30% dari
harga rumah, semakin besar semakin bagus atau kalau mampu cash lebih
beruntung sekali. Jika tabungan baru menembus angka tiga dijit jangan
tergesa-gesa mencari rumah, lebih baik nabung lebih banyak karena
pikirkan juga untuk dana darurat, mengisi interior, belum lagi standart
bawaan rumah developer yang terkadang butuh di upgrade, sungguhbukan biaya sedikit. Sekali lagi, beli tergesah-gesah sama sekali tidak
menguntungkan.
Setelah keduanya dirasa cukup, lalu yang perlu dilakukan adalah
menetapkan lokasi. Disini akhirnya kami memilih Bekasi karena jarak ke
rumah Ibu saya lebih dekat, ada akses kereta dan masih dekat ke lokasi
kantor suami.
Maka dengan pengalaman satu setengah tahun menempati rumah yang kami
miliki sekarang, ternyata bukan hanya tiga hal diatas yang berkaitan,
ada hal lain yang perlu dicermati apalagi membeli rumah inden seperti
saya dimana kita belum lihat pasti wujud dari rumah yang akan kita beli
dan tinggali;
1. Kondisi lingkungan rumah apakah banjir atau tidak?
2. Apakah developernya betul-betul amanah dengan memberikan kualitas bangunan rumah sesuai harga?
3. Kejelasan kapan Surat Hak Milik tanah akan diserahkan?
4. Berapa lama masa garansi apabila terjadi kerusakan bangunan?
5. Apakah air dan listrik bekerja dengan baik?
6. Akses atau jarak dari rumah menuju kantor dan sekolah anak.
Selebihnya kita juga patut berdoa agar mendapatkan tetangga yang baik-baik.:)
Penasaran dan kepo sepertinya adalah sifat dasar dari kebanyakan wanita.Blog ini akan berisi tentang segala hal dari rasa
penasaran saya kepada banyak hal. Contohnya
adalah penasaran atau kepo tentang seberapa penting sih Financial Planner untuk
sebuah keluarga?
Sok an banget sih mau pakai financial planner, sudah tajir
banget ya?
Ini di-AMIN-kan saja ya.
Saya sendiri dari sebelum nikah sudah sangat ingin
mengetahui bagaimana sih cara mengelola keuangan keluarga. Awalnya jika
saya
masih bekerja, pasti akan ada penggabungan dua gaji dari dua kepala dan
bingung bagaimana cara mengelolanya? Tapi kenyataannya, di awal
pernikahan saya sudah tidak
bekerja dan hanya mengandalkan gaji suami dan mudah-mudahan
pengelolaannya jadi
lebih sederhana.
Kami belum meng-hire financial planner dan masih keluarga muda yang sedang meraba alur dan pola
sistem keluarga *ngomongapasihgue*. Untuk itu sebuah pedoman yang harus menjadi PR kami adalah Earn, don't spend much, Save and Invest.
Kenapa sih saya segitunya banget sama hal keuangan? Bukan tentang
matrealistis, tapi realistis jika suami adalah karyawan swasta dan kami
bukan dari krezi rich Jakartan dan masih harus
menata keuangan untuk hari ini, hari esok dan hari-hari mendatang, maka
sebagai 'mentrik keuangan' di Keluarga Perkasa, saya jadi
tertantang untuk tahu lebih banyak!
Bersyukur hari ini masih dilimpahi umur, tenaga dan
kesehatan, maka alangkah lebih baiknya jika empat hal yang saya tebalkan
diatas harus mulai
diterapkan. Karakter suami saya sangat melengkapi kami, beliau selalu
mengingatkan untuk jangan boros dan tidak membeli hal-hal yang tidak
penting, juga mengingatkan tentang Save and Invest.
Jadi ceritanya saya ingin menerapkan financial planning dengan mencoba menemui Konsultan Keuangan. Errrrrr.....
Dari pertemuan bersama konsultan keuangan atau financial planner
tersebut , saya ditanya oleh
dua orang financial planner, “Kenapa, ada keperluan apa kemari?” Saya
jawab, “Apakah keuangan keluarga kami aman dengan segala perhitungan dan
tabungan yang kami miliki?”
Lalu dari dua jam
pertemuan dengan dua orang financial planner, mereka mencari tahu tentang latar
belakang keuangan saya dan disimpulkan hal-hal dasar yang diperlukan dalam
benteng keuangan keluarga.
Disini saya akan sedikit bocorkan tentang latar belakang keluarga
kami yaitu, memiliki penghasilan dari satu kepala, tidak memiliki kartu kredit, hanya menggunakan satu rekening bank aktif dan
memiliki tanggungan satu orang anak yang masih balita, belanja kehidupan sehari-hari masih dalam
batas wajar hanya saja istri masih terlalu sering GoFood dan bukan pengguna
GoPay.
Maka dari latar belakang tersebut, yang kami perlu kembangkan adalah Investasi.
Kok investasi, kalau menabung aja gimana??
Banyak yang sudah paham ya, ketika kita menabung, atau SEKEDAR MENABUNG
yang terkadang tidak pasti nominal tiap bulannya, uang yang kita tabung
tidak dapat mengikuti inflasi, padahal biaya sekolah yang berinflasi
setiap tahun, bisa-bisa tidak menjangkau keuangan kita. Pilihannya
antara menurunkan standart atau berhutang.
Berhutang bukanlah solusi, bagi kami berhutang itu akan menambah
masalah. Terbiasa berhutang, esok hari akan terus bertambah berhutang
dan berhutang.
Contohnya investasi untuk sekolah anak, disini biaya sekolah anak juga
perlu ada sistem investasi, apalagi inflasi sekolah anak bisa lebih dari
30% pertahun. Sangat disarankan jika sudah memiliki standar atau tujuan
sekolah anak sejak sebelum anak lahir atau bahkan sebelum Ibu hamil,
dengan begitu akan semakin mudah merencanakan nilai investasi untuk anak
masuk sekolah.
Nah perlu banget kan riset dari sekarang berapa uang masuk sekolah anak
di sekolah inceran, lalu dihitung deh inflasinya dan kira-kira investasi
apa yang cocok. Belum sampai disitu, pondasi keuangan keluarga tuh
ribet ternyata, tapi nggak usah dibikin rumit! Saya akan lanjutakan
dilain kesempatan yaaaa.. Ciaooo
Kemarin seorang coach atau guru yang biasa dipanggil Miss dari Kindy Cloud bertanya pada saya, "Rumahnya di mana Mom?" Di JakTim jawab saya. "Wah jauh juga ya", sautnya.
Kalau dibilang "kok niat banget untuk ikut kelas Kindy Cloud ini sih?"
tidak juga yaa, karena walaupun sebenarnya rumah saya di Bekasi Barat,
tapi tiap hari Selasa saya dan Kio ada di rumah Ibu di Jaktim, maka
dengan mudahnya Kio bisa mengikuti kelas Kindy Cloud ini hanya dengan
naik ojek ke Jaksel.
Kok naik ojek? Kasihan banget Kio-nya. Ya karena JakSel itu maceettttt
bangeettt, bisa-bisa kami gagal ikut kelas karena kejebak macet. :D
Ok back to topic, kenapa seniat itu ikut kelas Kindy Cloud, emang itu apa sih?
Jadi, Ibunya Kio ini emang orangnya suka penasaran, dan awalnya cuma
kepingin tahu kelas Kindy Cloud itu seperti apa. Jujur saja saat pertama
kali saya dan Kio ikutan kelas ini, saya pribadi merasa awkward dan
berpikir, memang ngerti ya bayi-bayi ini diajarin ini itu. Ikutan lagi
ndak ya...?? Manfaat dari kelas Kindy Cloud ini apa ya??
Kemudian saya sadar, ih anak saya senang sekali berada di kelas tadi,
nangis juga hanya karena takut disalah satu sesi dan selebihnya Ia
sangat menikmati, maka saya berpikir ingin mencobanya lagi sampai Kio
berani disesi tersebut.
Saya tidak pernah super niat menunggu jadwal kelas Kindy Cloud, tapi
memang setiap ada sisa seat yang diumumkan di Instagram, saya langsung
mendaftarkan Kio untuk di hari Selasa.
Sebelumnya saya memilih kelas Kindy Cloud di Kemang yang tidak
terjangkau dengan ojek dari lokasi kami. Favorit banget untuk kelas di Buba and Bump yang tempatnya bagus banget untuk anak-anak. Jadi sebelum dan sesudah kelas, Kio bisa main di playgroundnya.
Ada beberapa sesi di kelas Kindy Cloud dan kalau sampai terlambat jadi
sayang bangettt. Pertama, ada sesi perkenalan sambil bernyanyi
"hello..hello.. Kio how are you..?" "I am good". Kedua, ada sesi
pemanasan dengan bernyanyi, bergerak dan baby gym. Lalu sesi dengan tema
di hari itu, seperti tema Farmer/Patern yang diwakilkan menggunakan story telling atau bercerita dari sebuah buku anak-anak.
Sesi berikutnya ada mewarnai gambar menggunakan warna yang sangat baby
friendly, selanjutnya yang paling saya tunggu yaitu "Sensory Play" atau
bermain dengan berbagai tekstur. Dimana disesi ini seru dan sedih
banget, walaupun sudah ketiga kalinya Kio mengikuti kelas, ia masih saja
ketakutan untuk menyentuh berbagai tekstur di sensory play :(.
Ada berbagai macam tekstur disini, mulai dari yang keras, lembek hingga
cair. Memang sih anak-anak yang lain juga banyak yang menangis ketakutan
ketika kakinya tersentuh tekstur yang bermacam-macam itu, tapi kalau
diajarkan dari bayi, seperti tidak akan sejijik Kio.
Setelah bermain kotor-kotoran di sensory play, semua anak berganti
pakaian dan dilanjutkan sebuah sesi tambahan sebelum sesi penutup.
Lumayan banyak yaa kegiatannya..
Sesi penutupnya juga seru banget, yaitu bermain Peek A Boo menggunakan
parasut. Anak-anak yang tadinya cranky karena sensory play jadi happy
lagi. Sesi ini menjadi sesi favorit saya juga, karena keseruan
bersama-sama bernyanyi "Row Row Your Boat" yang bagi saya, lagu ini jadi
identik dengan Kindy Cloud. Sesi paling terakhir dan membuat anak-anak
lebih on fire adalah bubble bath time yaitu anak-anak bermain
berlomba-lomba merebut gelembung sabun.
Miss disini masih muda-muda, good looking dan sangat baik. Dari tiga
kali mengikuti kelas, Kio selalu mendapatkan Miss yang sama.Sedikit tips
supaya anak nyaman mengikuti kelas, sebisa mungkin ditidurkan dulu
selama perjalanan menuju lokasi Kindy Cloud. Gunakan pakaian yang
nyaman seperti kaos lengan pendek dan celana pendek agar udah bergerak
dan main kotor-kotoran. Bawa baju penggant untuk mama dan anak. Sediakan
juga makanan atau cemilan dan yang paling penting air minum.
Jadi
menurut mama penting tidak sih mengikuti kelas seperti ini? Untuk saya
pribadi, saya menyadari diri saya bukanlah Ibu yang piawai dalam
berbagai hal termasuk mengajarkan anak dalam sensory play. Karena
kekurangan saya tersebut, maka saya sebisa mungkin mengikuti kelas ini
untuk Kio walaupun masih jarang sekali.
Kalau
ada yang bilang, kan bisa dirumah? Iya bisa banget! Tapi kebetulan saya
orangnya males repot dan lebih senang jika saya dan Kio bertemu dengan
anak-anak lain untuk bersosialisasi dan belajar bersama, Jadi kalau
mama-mama punya tenaga yang lebih dan ingin lebih berhemat, bisa saja
membuatkannya dirumah.
Kalau yang belum tahu lagu "Row Row Your Boat", ini yaa.. bisa dihafalin sebelum ikut kelas Kindy Cloud :D