Selasa, 06 Agustus 2019

Balada Asisten Rumah Tangga (ART)

Sudah lama tubuh ini berteriak-teriak kelelahan karena si sulung aktifnya minta ampun dan pekerjaan rumah susah kepegang, diitambah lagi sekarang berbadan dua.
Disaat anak masih satu dan belum hamil, saya sangat santai dalam urusan domestik. Saya dan suami terbiasa cari makan masing-masing. Setrikaan bisa urusan laundry, bebenah pun masih bisa panggil penyedia jasa bebersih sesekali. 

Menggunakan jasa ART belum menjadi sesuatu yang darurat karena saya lebih suka kesendirian dan hanya ada suami dan anak dirumah. Namun saya tidak boleh egois, karena terkadang badan saya sudah tidak bisa mengikuti kemauan si sulung yang lagi aktif-aktifnya itu.
Ternyata, sebagai pengalaman pertama saya dalam meng-hire seorang ART sungguh suatu yang terkadang menguras hati. ART yang saya hire ini dari desa dan baru lulus SMK. Pasti ebeus-ebeuss senior sudah paham kendala yang terjadi.

Pertama, saya suka ketenangan, ketika saya mendapati ART yang suka berbicara, saya jadi pusing, dia terlalu banyak bertanya yang bukan berhubungan dengan pekerjaan.
Kedua, karena dia dari desa dan masih muda, terasa sekali sikapnya yang masih agak norak dengan melakukan selfie dimanapun. Disini saya geram, saya belum tahu untuk me-warning ART agar tidak terlalu sering memegang HP, jadi lah saya harus tegur dia. Benar-benar memiliki attitude semau dia, disini agak lelah saya menegur. 

Ketiga, kembali lagi, karena dari desa, masih ABEGE, ia suka sekali nyomot makanan saya, disini menjadi pelajaran saya untuk tidak terlalu pelit, tapi gimana ya,, terkadang makanan saya tidak murah dan dia tanpa ijin mengambilnya Saya tidak ingin menganggap dia bawahan, tapi kesemau2annya dia membuat saya harus kembali menegur. Bagaimana dia men-treat anak saya, yaitu dengan enak nya berbagi sendok disaat menyuapi anak saya. 

Terakhir, hidup jadi lebih boros karena ketika saya lelah menegur dan saya juga menjaga perasaanya supaya betah dirumah saya, saya harus pasrah dengan cara kerja dia yang terkadang terlalu membuang-buang listing, detergen, minyak goreng, tissue dll.. 

Haduuhh memang sulit ya mencari ART yang cocok, tapi harus banyak positif thinking juga supaya tidak stres, toh hidup saya lumayan terbantu dengan adanya dia, kalau tidak legowo, pusing juga kan sudah mengeluarkan uang tambahan setiap bulan untuk menggaji dia tapi kita nya tidak ikhlas. Doakan saya ya supaya kuat, anak-anak lekas mandiri, dan saya bisa kembali struggling tanpa ART.

 

Kamis, 21 Februari 2019

Membeli Rumah, Pikirkan Dulu Hal Ini!

 


Siapa sih yang tidak pingin punya rumah?

Saya pun kepingin banget punya rumah dan bersyukur bisa terkabul dengan proses singkat. Semenjak sebelum menikah, suami saya memang sudah merencakan untuk segera mempunyai rumah, tapi saya tidak sependepat dengan beliau karena takut menjadi beban untuk kami.

Ternyata, suami lumayan gencar untuk hunting rumah baru maupun second melalui internet. Sampai akhirnya saya yang kala itu sedang hamil berpikir, jika sudah punya anak nanti alangkah baiknya untuk tidak lagi mengontrak rumah dan mulai menetap.

Mengingat jika nanti anak-anak kami sudah sekolah, pastinya hal ini juga menjadi bahan pemikiran penting untuk memiliki rumah pribadi disebuah lokasi. Berarti masih punya banyak waktu untuk mulai memiliki rumah dan menetap ketika anak sudah mulai masuk TK atau SD.

Pencarian rumah kami tidak menunggu tahun demi tahun, tapi disaat saya hamil tersebut kami sudah mulai survei dengan budget nekat. Disini saya ingin berbagi betapa bukan nominal yang kecil untuk bisa memiliki rumah, apalagi rumah yang akan kita tinggali bersama keluarga tercinta dalam waktu jangka panjang. Untuk itu ada beberapa hal yang harus dilakukan untuk memilih rumah dengan segala pertimbangan, persiapan dan hindari tergesa-gesah.

Pertama, yang harus dilakukan adalah memperkirakan berapa harga rumah yang akan dibeli. Apabila kita ingin membeli dengan cara kredit, maka harus diperkirakan berapa dana yang akan kita pakai untuk mencicil kredit tiap bulannya, diusahakan tidak lebih dari 30% dari gaji bulanan. Mengingat harga pergerakan rumah yang terus naik, ada baiknya mempertimbangkan apakah lebih baik membeli atau mengontrak saja dulu, karena mempunyai rumah bukan perkara gengsi tapi kesanggupan.

Kini harga tanah di area Jakarta sangat tidak terjangkau untuk para milenial dengan pendapatan menengah apalagi dengan kebutuhan hidup yang cukup banyak. Di pameran rumah 2017 kemarin, kami menemukan rumah dibawah 1 Milyar di daerah Cinere perbatasan Jakarta Selatan dan Depok yaitu sekitar 800 juta dengan luas tanah 60 meter, entah tahun ini sudah berapa.

Berdasarkan perkiraan diatas, kami mencari area pinggiran Jakarta yaitu area Depok, Bekasi, Tangerang dan sekitarnya, dengan kisaran harga 500juta an dengan tipe minimal 54 atau luas tanah 72 meter.

Kedua, mempersiapkan biaya DP Rumah minimal 30% dari harga rumah, semakin besar semakin bagus atau kalau mampu cash lebih beruntung sekali. Jika tabungan baru menembus angka tiga dijit jangan tergesa-gesa mencari rumah, lebih baik nabung lebih banyak karena pikirkan juga untuk dana darurat, mengisi interior, belum lagi standart bawaan rumah developer yang terkadang butuh di upgrade, sungguh bukan biaya sedikit. Sekali lagi, beli tergesah-gesah sama sekali tidak menguntungkan.

Setelah keduanya dirasa cukup, lalu yang perlu dilakukan adalah menetapkan lokasi. Disini akhirnya kami memilih Bekasi karena jarak ke rumah Ibu saya lebih dekat, ada akses kereta dan masih dekat ke lokasi kantor suami.

Maka dengan pengalaman satu setengah tahun menempati rumah yang kami miliki sekarang, ternyata bukan hanya tiga hal diatas yang berkaitan, ada hal lain yang perlu dicermati apalagi membeli rumah inden seperti saya dimana kita belum lihat pasti wujud dari rumah yang akan kita beli dan tinggali;

1. Kondisi lingkungan rumah apakah banjir atau tidak?
2. Apakah developernya betul-betul amanah dengan memberikan kualitas bangunan rumah sesuai harga?
3. Kejelasan kapan Surat Hak Milik tanah akan diserahkan?
4. Berapa lama masa garansi apabila terjadi kerusakan bangunan?
5. Apakah air dan listrik bekerja dengan baik?
6. Akses atau jarak dari rumah menuju kantor dan sekolah anak.

Selebihnya kita juga patut berdoa agar mendapatkan tetangga yang baik-baik.:)

Jumat, 08 Februari 2019

Earn, Save and Invest

 

Penasaran dan kepo sepertinya adalah sifat dasar dari kebanyakan wanita.  Blog ini akan berisi tentang segala hal dari rasa penasaran saya kepada banyak hal. Contohnya adalah penasaran atau kepo tentang seberapa penting sih Financial Planner untuk sebuah keluarga? 

Sok an banget sih mau pakai financial planner, sudah tajir banget ya?
Ini di-AMIN-kan saja ya.

Saya sendiri dari sebelum nikah sudah sangat ingin mengetahui bagaimana sih cara mengelola keuangan keluarga. Awalnya jika saya masih bekerja, pasti akan ada penggabungan dua gaji dari dua kepala dan bingung bagaimana cara mengelolanya? Tapi kenyataannya, di awal pernikahan saya sudah tidak bekerja dan hanya mengandalkan gaji suami dan mudah-mudahan pengelolaannya jadi lebih sederhana.

Kami belum meng-hire financial planner dan masih keluarga muda yang sedang meraba alur dan pola sistem keluarga *ngomongapasihgue*. Untuk itu sebuah pedoman yang harus menjadi PR kami adalah Earn, don't spend much, Save and Invest.

Kenapa sih saya segitunya banget sama hal keuangan? Bukan tentang matrealistis, tapi realistis jika suami adalah karyawan swasta dan kami bukan dari krezi rich Jakartan dan masih harus menata keuangan untuk hari ini, hari esok dan hari-hari mendatang, maka sebagai 'mentrik keuangan' di Keluarga Perkasa, saya jadi tertantang untuk tahu lebih banyak!

Bersyukur hari ini masih dilimpahi umur, tenaga dan kesehatan, maka alangkah lebih baiknya jika empat hal yang saya tebalkan diatas harus mulai diterapkan. Karakter suami saya sangat melengkapi kami, beliau selalu mengingatkan untuk jangan boros dan tidak membeli hal-hal yang tidak penting, juga mengingatkan tentang Save and Invest.

Jadi ceritanya saya ingin menerapkan financial planning dengan mencoba menemui Konsultan Keuangan. Errrrrr.....

Dari pertemuan bersama konsultan keuangan atau financial planner tersebut , saya ditanya oleh dua orang financial planner, “Kenapa, ada keperluan apa kemari?” Saya jawab, “Apakah keuangan keluarga kami aman dengan segala perhitungan dan tabungan yang kami miliki?”

Lalu dari dua jam pertemuan dengan dua orang financial planner, mereka mencari tahu tentang latar belakang keuangan saya dan disimpulkan hal-hal dasar yang diperlukan dalam benteng keuangan keluarga.

Disini saya akan sedikit bocorkan tentang latar belakang keluarga kami yaitu, memiliki penghasilan dari satu kepala, tidak memiliki kartu kredit, hanya menggunakan satu rekening bank aktif dan memiliki tanggungan satu orang anak yang masih balita, belanja kehidupan sehari-hari masih dalam batas wajar hanya saja istri masih terlalu sering GoFood dan bukan pengguna GoPay. 

Maka dari latar belakang tersebut, yang kami perlu kembangkan adalah Investasi.
Kok investasi, kalau menabung aja gimana??

Banyak yang sudah paham ya, ketika kita menabung, atau SEKEDAR MENABUNG yang terkadang tidak pasti nominal tiap bulannya, uang yang kita tabung tidak dapat mengikuti inflasi, padahal biaya sekolah yang berinflasi setiap tahun, bisa-bisa tidak menjangkau keuangan kita. Pilihannya antara menurunkan standart atau berhutang. 

Berhutang bukanlah solusi, bagi kami berhutang itu akan menambah masalah. Terbiasa berhutang, esok hari akan terus bertambah berhutang dan berhutang.

Contohnya investasi untuk sekolah anak, disini biaya sekolah anak juga perlu ada sistem investasi, apalagi inflasi sekolah anak bisa lebih dari 30% pertahun. Sangat disarankan jika sudah memiliki standar atau tujuan sekolah anak sejak sebelum anak lahir atau bahkan sebelum Ibu hamil, dengan begitu akan semakin mudah merencanakan nilai investasi untuk anak masuk sekolah.

Nah perlu banget kan riset dari sekarang berapa uang masuk sekolah anak di sekolah inceran, lalu dihitung deh inflasinya dan kira-kira investasi apa yang cocok. Belum sampai disitu, pondasi keuangan keluarga tuh ribet ternyata, tapi nggak usah dibikin rumit! Saya akan lanjutakan dilain kesempatan yaaaa.. Ciaooo

Selasa, 15 Januari 2019

Kio and Kindy Cloud

 Kemarin seorang coach atau guru yang biasa dipanggil Miss dari Kindy Cloud bertanya pada saya, "Rumahnya di mana Mom?" Di JakTim jawab saya. "Wah jauh juga ya", sautnya. 


Kalau dibilang "kok niat banget untuk ikut kelas Kindy Cloud ini sih?" tidak juga yaa, karena walaupun sebenarnya rumah saya di Bekasi Barat, tapi tiap hari Selasa saya dan Kio ada di rumah Ibu di Jaktim, maka dengan mudahnya Kio bisa mengikuti kelas Kindy Cloud ini hanya dengan naik ojek ke Jaksel.

Kok naik ojek? Kasihan banget Kio-nya. Ya karena JakSel itu maceettttt bangeettt, bisa-bisa kami gagal ikut kelas karena kejebak macet. :D

Ok back to topic, kenapa seniat itu ikut kelas Kindy Cloud, emang itu apa sih?


Jadi, Ibunya Kio ini emang orangnya suka penasaran, dan awalnya cuma kepingin tahu kelas Kindy Cloud itu seperti apa. Jujur saja saat pertama kali saya dan Kio ikutan kelas ini, saya pribadi merasa awkward dan berpikir, memang ngerti ya bayi-bayi ini diajarin ini itu. Ikutan lagi ndak ya...?? Manfaat dari kelas Kindy Cloud ini apa ya??

Kemudian saya sadar, ih anak saya senang sekali berada di kelas tadi, nangis juga hanya karena takut disalah satu sesi dan selebihnya Ia sangat menikmati, maka saya berpikir ingin mencobanya lagi sampai Kio berani disesi tersebut.

Saya tidak pernah super niat menunggu jadwal kelas Kindy Cloud, tapi memang setiap ada sisa seat yang diumumkan di Instagram, saya langsung mendaftarkan Kio untuk di hari Selasa. 

Sebelumnya saya memilih kelas Kindy Cloud di Kemang yang tidak terjangkau dengan ojek dari lokasi kami. Favorit banget untuk kelas di Buba and Bump yang tempatnya bagus banget untuk anak-anak. Jadi sebelum dan sesudah kelas, Kio bisa main di playgroundnya.

Ada beberapa sesi di kelas Kindy Cloud dan kalau sampai terlambat jadi sayang bangettt. Pertama, ada sesi perkenalan sambil bernyanyi "hello..hello.. Kio how are you..?" "I am good". Kedua, ada sesi pemanasan dengan bernyanyi, bergerak dan baby gym. Lalu sesi dengan tema di hari itu, seperti tema Farmer/Patern yang diwakilkan menggunakan story telling atau bercerita dari sebuah buku anak-anak. 

Sesi berikutnya ada mewarnai gambar menggunakan warna yang sangat baby friendly, selanjutnya yang paling saya tunggu yaitu "Sensory Play" atau bermain dengan berbagai tekstur. Dimana disesi ini seru dan sedih banget, walaupun sudah ketiga kalinya Kio mengikuti kelas, ia masih saja ketakutan untuk menyentuh berbagai tekstur di sensory play :(.

Ada berbagai macam tekstur disini, mulai dari yang keras, lembek hingga cair. Memang sih anak-anak yang lain juga banyak yang menangis ketakutan ketika kakinya tersentuh tekstur yang bermacam-macam itu, tapi kalau diajarkan dari bayi, seperti tidak akan sejijik Kio.

Setelah bermain kotor-kotoran di sensory play, semua anak berganti pakaian dan dilanjutkan sebuah sesi tambahan sebelum sesi penutup. Lumayan banyak yaa kegiatannya..

Sesi penutupnya juga seru banget, yaitu bermain Peek A Boo menggunakan parasut. Anak-anak yang tadinya cranky karena sensory play jadi happy lagi. Sesi ini menjadi sesi favorit saya juga, karena keseruan bersama-sama bernyanyi "Row Row Your Boat" yang bagi saya, lagu ini jadi identik dengan Kindy Cloud. Sesi paling terakhir dan membuat anak-anak lebih on fire adalah bubble bath time yaitu anak-anak bermain berlomba-lomba merebut gelembung sabun.

Miss disini masih muda-muda, good looking dan sangat baik. Dari tiga kali mengikuti kelas, Kio selalu mendapatkan Miss yang sama.Sedikit tips supaya anak nyaman mengikuti kelas, sebisa mungkin ditidurkan dulu selama perjalanan menuju lokasi Kindy Cloud.  Gunakan pakaian yang nyaman seperti kaos lengan pendek dan celana pendek agar udah bergerak dan main kotor-kotoran. Bawa baju penggant untuk mama dan anak. Sediakan juga makanan atau cemilan dan yang paling penting air minum.

Jadi menurut mama penting tidak sih mengikuti kelas seperti ini? Untuk saya pribadi, saya menyadari diri saya bukanlah Ibu yang piawai dalam berbagai hal termasuk mengajarkan anak dalam sensory play. Karena kekurangan saya tersebut, maka saya sebisa mungkin mengikuti kelas ini untuk Kio walaupun masih jarang sekali.

Kalau ada yang bilang, kan bisa dirumah? Iya bisa banget! Tapi kebetulan saya orangnya males repot dan lebih senang jika saya dan Kio bertemu dengan anak-anak lain untuk bersosialisasi dan belajar bersama, Jadi kalau mama-mama punya tenaga yang lebih dan ingin lebih berhemat, bisa saja membuatkannya dirumah.

Kalau yang belum tahu lagu "Row Row Your Boat", ini yaa.. bisa dihafalin sebelum ikut kelas Kindy Cloud :D


Sabtu, 22 Desember 2018

Selamat Hari Ibu, Stay at Home Mom!

 Haloo..haloo..


Di hari Ibu 22 Desember 2018 ini adalah launching perdana blog saya! fiduyblog! Sebelumnya saya sudah memiliki blog pribadi bertahun-tahun, namun saya ingin sekali kembali rutin menulis disini dan membahas tentang apa yang saya alami dikehidupan sehari-hari.

Masa transisi dari single, menjadi istri lalu menjadi Ibu adalah perubahan yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya, apalagi kini saya tidak bekerja dan hanya menghabiskan waktu di rumah bersama anak yang terkadang super membosankan.

Saya sendiri masih tidak tahu, bagaimana mengatur waktu dengan baik dan bisa memanfaatkan waktu luang yang amat sangat terbatas ini. Jika hanya seharian di rumah, perasaan galau tiba-tiba suka datang, seperti perasaan ‘insecure’ atau tidak nyaman sebagai “Stay At Home Mom’. 

foto diambil disini
Banyak teman lama saya yang juga menjadi Stay At Home Mom (SAHM) seperti saya, tapi tidak sedikit juga yang masih bekerja setelah memiliki anak. Kedekatan saya tidak pernah berubah kepada mereka, mau Ibu bekerja atau tidak bekerja semua sama saja.

Latar belakang Ibu kandung dan Ibu mertua saya pun keduanya bukan SAHM, Ibu saya adalah seorang guru, sedangkan Ibu mertua saya adalah pedagang. Begitupula dengan adik saya yang kini tetap bekerja meskipun sudah memiliki anak. Maka karena itulah saya merasa ‘insecure’ jika ‘hanya’ menjadi SAHM.

Perasaan insecure itu juga datang jika saya harus bertemu orang baru contohnya tetangga yang baru saya kenal, atau apabila saya bertemu dengan teman suami bahkan orang lain yang tidak tahu pasti kondisi atas pilihan saya menjadi SAHM.

Awalnya tidak pernah sedikitpun terbersit dipikiran saya untuk menjalani SAHM hingga anak saya lahir dan berusia 3 bulan. Sampai Ia di usia itupun saya masih galau, masa iya sih saya harus bekerja meninggalkan anak, tapi jikalau saya bekerja bagaimana dengan tabungan kami? Belanja pribadi saya? Biaya jalan-jalan? Pusing saya kalau nggak bisa belanja dan jalan-jalan.

Ketika waktu bergulir, sampai akhirnya support system pun tidak mendukung untuk saya bekerja, bahkan suami tidak mengijinkan saya bekerja paruh waktu yang menurut beliau pemasukannya tidak akan sebanding dengan pengeluaran istrinya yang hobi ngopi fancy.

Katakan saja insecure ini adalah minder atau tidak percaya diri, solusi saya saat ini masih menjauhi komentar orang dengan sedikit bersosialisasi dengan orang baru. Terdengar cemen yah memang :D Namun, saya butuh waktu hingga saya kembali bisa mengaktualkan diri ketika anak saya sudah bisa mandiri kelak.

Kenyamanan menjadi SAHM tersebut tidak membuat saya berhenti berpikir melakukan apa yang saya suka, maka dari itu saya ingin kembali menulis dan bercerita tentang apapun disini. Jika tidak terlalu berguna untuk orang banyak, setidaknya ini akan menjadi pengingat saya dihari tua nanti.

Selamat Hari Ibu Para Stay At Home Mom!