Masih di tahun yang sama, dan di bulan yang berbeda, dan di
perjumpaan menulis yang sudah amat aku rindukan.
Dalam keadaan yang amat lepas, lepas dari beban, harus
kekantor setiap hari, di hina dan dikecilkan sebagai karyawan yang gak bisa
apa-apa dan beretika buruk.
Masih ingat betul , melewati 6 minggu yang berat, awalnya
saya tidak pernah berkehendak untuk bisa bergabung di bidang perbankan. Tapi
uang yang berhasil membelokkan fikiran saya.
Tetapi menjalani membuat saya dilemma, apalagi dengan cobaan
di awal yang membuat saya kaget. Dengan trainer yang setiap hari selalu
mengincar saya dalam berbagai materi, memarahi saya, dan mencari kesalahan
buruk.
Sampai suatu hari, saya menghadap si mentor, bercerita
panjang lebar, seperti layaknya abang dan adik tapi malah jadi boomerang untuk
saya. Entah apa yang dipikirannya, kami sempat saling tos di akhir
perbincangan, seolah berdamai dan tidak akan membenci satu sama lain.
Tapi ternyata semuanya palsu. Keesokan harinya di bahas
dalam briefing gabungan dua angkatan, tentang sikap yang memojokkan saya.
Disitu saya kaget betul dengan topic pembahasan briefing,
mengapa saya? Apa saya seburuk itu dalam bersikap?
Tidak ingin menangis, tapi mencoba kuat. Tetap ingin
menjalani walaupun hati selalu gamang. Sampai akhirnya terjun langsung
menghadapi pelanggan, dan saya menyukainya.
Tapi keadaan belum selancar itu, sampai akhirnya suatu hari
hanya ingin bertanya, tapi itu kembali menjadi boomerang.
Baru satu bulan lebih saya di tempat ini, mengapa kejadian
demi kejadian menimpa saya? Apa salah saya? Kaget, bingung, kesal bercampur.
Mereka tidak layak mencap diri saya seperti itu, mereka tidak kenal saya.
Briefing kedua membuat saya yang sedang sakit, menjadi lebih
sakit. Sudah cukup semuanya. Tidak perlu ada briefing kali ke tiga , empat, dan
seterusnya.
-Quit